PERIKSA JUGA DUA PERUSAHAAN SAWIT

JPU Agar Tuntut Sukhdev 10 Tahun 

Di Baca : 2020 Kali
Foto ist

Pangkalankerinci, Detak Indonesia--Senarai merekomendasikan agar Jaksa Penuntut Umum menuntut pidana penjara 10 tahun dan denda Rp10 miliar serta pidana tambahan bagi Sukhdev Singh berupa perampasan lahan dan dikembalikan kepada negara.

“Selain itu, JPU dalam pertimbangannya juga meminta agar penyidik memeriksa PT Surya Sawit Emas Nusantara dan PT Usaha Kita Makmur karena menerima sawit dari —kebun Sukhdev Singh—dalam kawasan hutan,” kata Yusuf Fajri, Tim Monitoring Sidang Senarai.

Sukhdev Singh telah menjalani persidangan sejak Oktober 2016 hingga kini. Sukhdev didakwa JPU sengaja melakukan kegiatan perkebunan tanpa izin menteri dalam kawasan hutan karena menguasai lahan seluas 200 hektare di kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) Taman Nasional Tesso Nilo. Sukhdev didakwa telah melanggar pasal 92 ayat 1 huruf a jo pasal 17 ayat 2 huruf b UU 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan pemberantasan Perusakan Hutan.

JPU juga mendakwa Sukhdev sengaja membawa alat-alat berat—berupa eskavator—yang digunakan untuk melakukan kegiatan perkebunan dalam kawasan hutan tanpa izin menteri. Melanggar pasal 92 ayat 1 huruf b jo pasal 17 ayat 2 huruf a UU No 18 tahun 2013. Dakwaan ketiga Sukhdev melakukan kegiatan tanpa memiliki izin lingkungan, padahal ia memiliki kewajiban untuk memiliki amdal atau UKL/UPL dan izin lingkungan. Sukhdev melanggar pasal 109 jo pasal 36 ayat 1 UU RI no 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

“Sukhdev berkegiatan dalam kawasan hutan tanpa izin dan tidak memilliki keinginan untuk mencari tahu apakah lahan yang dikelolanya berada dalam kawasan hutan atau tidak,” kata Yusuf.

Dari dakwaan, Jagir Singh, Manjit Singh dan Ranjot Singh bertemu dengan Rio Chandra Pakpahan untuk membeli lahan. Rio memiliki lahan di Km 80 Simpang Basrah Dusun III Tasik Indah Desa Segati, Langgam Kabupaten Pelalawan Riau. Pada 4 Februari 2011, dibuat surat perjanjian pengoperan hak dari Rio ke Jagir Singh dengan harga ganti rugi Rp 1 miliar. “Fakta persidangan, Rio dan Sukhdev katakan hasil dari pengukuran ulang, lahan hanya seluas 147 hektare dan biaya ganti hanya Rp700 juta,” kata Yusuf.

Setelah membeli lahan, Jagir menyerahkan pengelolaan kebun kepada Sukhdev Singh. Sukhdev melakukan pembukaan lahan secara bertahap sejak April 2011 seluas 30 hektare, Oktober 2011 seluas 20 hektare, April 2012 sekitar 40 hektare dan pada 2016 Sukhdev kembali membuka 55 hektare. Yusuf mengatakan, sejak 2011 hingga ditahan, Sukhdev tidak memiliki keinginan untuk mencari tahu apakah lahan yang ia kelola berada dalam kawasan hutan. Sukhdev juga tidak mengurus perizinan ke instansi terkait.

Fakta persidangan menunjukkan, Rio—pemilik lahan sebelum Jagir Singh—tidak mengetahui lahannya berada dalam kawasan hutan. Ia hanya memiliki Surat Keterangan tanah dengan Nomor 222 dan 223/Kop.SJ/VII/2009 tanggal 25 Juli 2009 yang ditandatangani pemangku adat dan diketahui Kepala Desa Segati. Jagir yang membeli lahan dari Rio pun tidak mengetahui status lahan tersebut. 

“Seharusnya Jagir dan Sukhdev mengecek status kawasan dan mengurus perizinan sebelum ia mengelola lahan tersebut,” kata Yusuf.

Menurut ahli Syafrudin Perwira Negara, ahli pemetaan kawasan hutan dari KLHK, setelah cek ke areal Sukhdev, ada 6 titik koordinat dalam kebun Sukhdev yang masuk dalam kawasan HPT. “Keterangan ahli, berdasarkan SK 173/Kpts-II/1986 lokasi tersebut masuk dalam kawasan hutan, begitu pula dalam SK terbaru nomor 903/MenLHK/Setjen/Pla2/12/2016,” kata Yusuf.

Menurut PermenLHK Nomor P.51/MenLHK/Setjen/KUM.1/6/2016 jika kawasan yang akan dikelola menjadi sebuah perkebunan dalam kawasan hutan, pengaju izin harus mengajukan izin pelepasan kawasan hutan kepada Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, areal HPT akan mengalami penurunan fungsi menjadi Hutan Produksi yang dapat di Konversi (HPK) dan selanjutnya diubah menjadi Areal Penggunaan Lain (APL).

“Sejak awal Sukhdev sengaja tidak mengecek status lahan yang ia kelola, hampir 5 tahun ia mengelola lahan, tidak sekalipun terbersit keinginan untuk mengurus perizinan ke instansi terkait,” kata Yusuf.

Selain itu, fakta persidangan menunjukkan hasil panen dari kebun Sukhdev dijual ke PT Sawit Mas Nusantara di Desa Segati dan PT Usaha Kita Makmur di Desa Jake Kuantan Singingi. “Perusahaan ini juga harus diperiksa karena telah menerima sawit dari dalam kawasan hutan,” kata Yusuf.

Menurut Pasal 93 UU No 18 Tahun 2013 tentang pencegahan dan pemberantasan perusakan hutan menyebutkan korporasi dilarang mengangkut dan/atau menerima titipan hasul perkebunan yang berasal dari kegiatan perkebunan dalam kawasan hutan tanpa izin .

Untuk itu, Senarai merekomendasikan agar penuntut umum:

1. Menuntut Sukhdev Singh pidana penjara 10 tahun, denda Rp 10 miliar dan pidana tambahan berupa perampasan lahan yang dikuasai Sukhdev dan dikembalikan kepada negara.

2. Jaksa dalam pertimbangannya meminta agar penyidik memeriksa PT Sawit Mas Nusantara dan PT Usaha Kita Makmur karena terbukti telah menerima sawit dari dalam kawasan hutan.(*/di/azf)






[Ikuti Terus Detakindonesia.co.id Melalui Sosial Media]






Berita Lainnya...

Tulis Komentar